*MAMPIR NGOMBE



*MAMPIR NGOMBE
Ketika itu awal tahun 70.an. Saya tinggalnya dikampung Cangkring sampai Lulus SMP. Jalan antar kampung masih berupa tanah. Ada juga jalan yang berupa batu yg ditata secara manual. Tidak dipadatkan dengan alat mesin. Dipadatkanya dengan dipalu. Diatasnya dihamparkan pasir sungai. Biasanya pasir-pasir ini tdk tahan lama. Apabila musim hujan akan tergerus air. Sehingga tinggal batu-batu yang tertata rapi.
Jalan di ibukota kecamatan Tiromoyo juga masih berupa jalan Makadam. Ketika saya kelas 3 SMP, jalan didepan kantor kecamatan sampai kota kecamat lain yang mengarah ke ibu kota kabupaten diperbaiki. Saat itulah pertama kali saya melihat alat pemadat jalan. Banyak orang menebutnya “Setom”. Alat berat yang rodanya 3 buah, terbuat dari baja. Roda baja itu dalamnya kosong dan didisi air apabila digunakan untuk memadatkan.
Sampai tahun akhir 60.an. Sepeda ontel adalah alat transportasi yang mewah. Hanya beberapa keluarga yang memilikina.

Kakek saya dari ibu berasal dari kecamatan Batuwarno. Jaraknya sekitar 10km dari rumah orangtua.
Untuk berkunjung kami berjalan kaki. Biasanya berangkat setelah subuh.
Sampai Batuwarno pas waktu dhuha, posisi matahari sepenggalah. Ketika itu kami tidak tau, berapa lama diperjalanan. Jam tangan adalah barang mewah. Perjalannya mengasyikkan. Melalui jalan-jalan ditengah kampung dan juga kebon-kebon penduduk.
Disepanjang perjalanan saya masih menjumpai rumah-rumah yang biasanya menyiapkan kendhi yang ditempatkan di depan rumah dipingir jalan. Kendhi adalah tempat air yang terbuat dari tanah liat. Yakni gerabah yang bentuknya seperti teko.
Siapapun yang lewat di jalan itu boleh minum air kendi secukupnya.
Secara berkala kendhi itu diperiksa. Apabila airnya habis akan segera diisi. Kebiasaan leluhur ini tentu sangat baik. Bagi bagi yang sedang melakukan perjalanan dan perlu air minum tidak perlu repot. Tidak perlu bertamu dan tidak perlu minta ijin untuk minum.
Begitu juga yang punya rumah tidak “direpotkan” menyambut tamunya yang sekedar minta air minum.
Orang-orang yang dalam perjalan biasanya berhenti dipinggir jalan untuk minum air dari kendi itu disebut Mampir ngombe. Dapat dibayangkan bahwa, mampir ngombe itu hanya sebentar.
Ada ungkapan Jawa yang terkenal: “Wong urip iku mung mampir ngombe”.
Secara harafiah dapat diartikan bahwa Orang Hidup itu hanya singgah sejenak untuk minum air.

Ungkapan yang cukup sederhana. Namun memiliki makna yang sangat dalam.
Hidup di dunia ini bukanlah tujuan akhir dari perjalanan kehidupan manusia. Masih ada kehidupan setelah kematian. Bahkan kematian manusia di dunia adalah awal dari kehidupan baru yang lebih panjang.
Manusia hidup di dunia hanyalah sebentar. Diibaratkan hanya singgah untuk minum saja. Setelah minum air yang cukup kemudian melanjutkan perjalanan kembali.
Bagi orang jawa Urip mung mampir ngombe juga membawa satu dimensi religius. Bahwa orang itu hendaklah selalu “semeleh” atau dalam bahasa agama tdisebut tawakal setelah ikhtiyar. Sumeleh berbeda dengan pasrah (sumarah). Ada yang memaknainya sebagai Patuh dan Bersandar kepada Allah Yang Maha Esa.
“Sesungguhnya sehari disisi Tuhanmu adalah seribu tahun menurut perhitunganmu QS.22.AlHaj ay.47
Sehari diakhirat samadengan 1000 tahun perhitungan waktu didunia.
Manusia yang hidup sampai usia 125 tahun, samadengan 3jam akhirat. Betapa singkatnya hidup didunia ini. Sekiranya rata-rata usia manusia 62.5 tahun, apabila dipandang dari alam akhirat hanyalah 1,5 jam saja.
Setiap melakukan perjalanan, hal yang utama menjadi perhatian adalah Bekal. Tanpa bekal yang memadai niscaya akan mengalai kesusahan.
Abu Bakar ash-Shiddiq pernah berkata:
“Barangsiapa memasuki kubur (meninggal) tanpa membawa bekal (amal shaleh), maka ia seperti orang yg mengarungi lautan tanpa perahu.” Kita dapat membayangkan bahwa dia tidak akan selamat, kecuali jika ia memang diselamatkan oleh Allah.


Hampir setiap penceramah di bulan Ramadhan ini, menyampaikan bahwa kita puasa agar menjadi orang yang bertaqwa.
Diawal Surat Albaqoroh, Alloh menerangkan sifat-sifat utama mereka yang bertakwa, yaitu: (1).beriman kepada yang gaib, (2).mendirikan shalat, (3).mendermakan sebagian dari harta yang dikaruniakan Tuhan kepada mereka, (4).beriman kepada kitab suci yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw, (5) beriman kepada kitab suci yang diturunkan sebelum Nabi Muhammad saw, (6) meyakini akan Hari Kemudian (Akhirat).
Dari sifat-sifat utama kaum bertakwa itu, sifat yang terakhir, yakni yakin akan Hari Kemudian. Keyakinan inilah yang berkaitan erat dengan masalah kematian. Yaitu bahwa kematian bukanlah akhir dari segala pengalaman eksistensi manusia, melainkan permulaan dari jenis pengalaman baru yang justru lebih hakiki dan lebih abadi.

Sekiranya orang telah mengakui percaya kepada Allooh sebagi Tuhannya.
Percaya Kepada kepada Nabi Muhammad sebai Rasul utusan Alloh. Dan percaya kepada Hari kemudian.
Niscaya dia mempersiapkan diri dengan baik untuk berjumpa dengan Tuhan. Niscaya dia akan melakukan sesuatu yang diterima Tuhan dengan ridho.
Sejatinya, Kematian itu tidak harus ditakuti, melainkan harus dihadapi.
Menghadapi kematian, yang perlu dipersiapkan adalah bekal.
“Berbekalah dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah Takwa (QS.Albaqoroh 197)

Komentar

USIAKU 60 TAHUN

RIWAYAT AZAN DAN IQOMAT

UMUR YANG BAROKAH

IBU-9- (BODO LONGA-LONGO ORA KOYO KEBO)