BEMO YANG MENGATAR JALANKU



BEMO YANG MENGATAR JALANKU
“Di dunia ini tidaka ada  yang KEBETULAN, Alloh telah mengaturnya”.

Desember 1977, saya dinyataka lulus SMAMuhi Yogya.
Saya berniat, walaupun tidak pernah terucap. Tidak pulang kampung sebelum ada kepastian diterima diperguruan tinggi negeri.
“Kenapa mesti negeri?” Tentu karena biayanya realif lebih murah.

Ketika itu ada 5 PTN yang tergabung dalam “SKALU-Sekretariat Kerjasama Antar Lima Universitas”, UI, UGM, ITB, IPB dan Unair. Sistem pendaftaran dan tes tertulinya bisa dilakukan dimasih-masing PTN itu berada. Walaupun pilihan Jurusan- fakultasnya, tidak Di PTN itu. Pilhan saya ITB namun daftar dan tes di UGM.

Disamping itu ada SKASU-Sekretariat Kerjasama Antar Sepuluh Universitas antara lain;
Terdiri dari UNDIP, ITS, UNBRA, UNPAD. Pendaftaran dan waktu testnya bersamaan. Pilihan saya FT. Sipil Undip.

Alhamdulillah, saya diterima di FT.Sipil Undip, maka sayapun pulang kampung.
Bapak ibuku tentu senang mendapat berita ini. “Trus bayare piro”? tanya bapakku.
Saya jawab kalo Beaya Pendaftaran Kuliah yang harus dibayar Rp.65.000,-
Sayapun diminta segera kirim surat Kilat tercatat kepada mas Hadi. Saat itu mas Hadi, kakaku yg sulung masih sekolah di London, dapat tugas dari perusahaan tempatnya kerja.

Trus masalah mondok(kos) mau dimana?.
Bapakku menyuruh saya mencari rumahnya p.Darno. Beliau adalah menantunya "Siwo Juwadi”, rumahnya sebelah rumah bapakku dikampung. Informasi yg didapat saat itu, tinggalnya di Asrama polisi Kabluk Semarang.

Beberapa minggu kemudian saya dapatkan kiriman uang dari kakakku. Melalui bantuan mas Mulyanto, seniornya. Tempat tinggalnya Kampung Melayu, Jakarta. Senior kakaku waktu kuliah di Yogya dan juga senior kerja diperusahaan maupun kuliahnya di London. Ketika kakaku berangkat ke London saya dan istri kakaku ikut ngantar ke Bandara Halim.  Dan nginapnya dirumahnya mas Mulyanto.

Berbekal uang kiriman dari Kakakku dan alamat tempat tinggalnya p.Darno, saya berangkat ke Semarang. Setelah berganti-ganti Bus 3X, saya sampai di terminal Bubakan Semarang. Persis di ujung utara jalan Mataram (kini.jln MT.Haryono).
Setelah tanya dan bertanya, saya keluar terminal.
Naik Bemo jurusan Kabluk. Asrama Polri. Akhirnya ketemu rumah pak Darno yang pangkatnya Sersan. Berada ditengah-tengah Asrama Polisi.

Persis disebelah kiri gang yg membatasi deretan asrama Perwira dan Tantama. Asrama itu sepertinya tipe 36, ada 2kamar tidur. R.Tamu yang bergabung dg ruang makan, ada dapur dan kamar mandi. 
Di belakang rumah masih ada lahan kosong sekitar 3meter. Dipelester semen dijadikan tempat cuci dan jemur baju. Tetangga tetangganya, ada yg dijadikan perluasan, ada juga yg dijadikan kebon tanaman maupun memelihara ayam.

Sesuai pesan bapakku saya harus cari pondokan(kos). 

Untuk beberapa hari, saya numpang tinggal dirumah pak Darno.  Numpang makan dan juga numpang transport Bus Polisi. Jalurnya ke Polda lewat Air Mancur Undip, berseberangan dengan kantor Gubernur.  Saya tanya ke pak Dardo, Kalo mau naik bemo caranya bagaiman? Atas arahan pak Darno, kalau mau kekampus bisa juga naik Bemo. Dari Kabluk keterminal Johar. Ganti Bemo dari terminal Johar jurusan Tegalwareng, turun di Air  Mancur. Sebelah kirinya ada patung Diponegoro naik kuda. Patung itu dibangun di median jalan menuju kampus Undip.

Hari beriikutnya, saya ijin p.Darno. Kalau saya mau mencoba ke kampus naik Bemo. katanya Bemo itu singkatan Becak-Motor adalah alat transoportasi dikota Semarang. Bemo itu buatan pabrik Daihatsu Jepang. tahun 1960-1970. Beroperasi di Semarang sampai akhir 1980an. Yang selanjutnya digantikan dengan minibus “Daihatsu”. Ketika itu kalau menumpang angkutan itu dikatakan naik Daihatsu. bukan naik Angkot. Istilah angkot belum dikenal. Mirip di Yogya ada angkutan ke kampus UGM. Dikenalnya sebagai Colt Kampus. Karena mobilnya jenis Daihatsu - Colt Pick-up.

Sedangkan bemo di Semarang, Tempat duduk dibelakang bisa diisi 6orang berhadap-hadapan.
“Beradu dengkul” sedang didepan 1.Orang duduk disamping sopir.
Pada umumnya sesama penumpang toleransinya tiggi. Bertegur sapa dan kalo badanya tinggi, duduknya agak miring.
Pertma kalinya naik bemo, saya pun agak ragu. Benarkah jerusan bemo ini sesuai maksudku?
Untuk meyakinkan diriku, saya pun bertanya dengan bapak muda yang duduk didepaku.

“Ini nanti lewat Air Mancur Undip ya pak”?  Dijawab bapak itu. "Iya. Betul".
Bahkan balik bertanya: “Adik baru diterima di Undip ya?” tanyanya. “Iya betul pak”, jawabku. 


Wuah.. Hatiku berbunga-bunga. Saya terkesan, bapak ini orang baik.
Beberapa hari ini dikepalaku terpikir, dimana saya bosa mendapatkan kos yg murah. Lingkungan yang baik. Dalam hatiku berkata, ini kesempatan yang baik. Saya pun bertanya: “Pak, Kalo untuk Pondokakan (istilah utk kata kos) yang tidak 
mahal diderah mana?” tanayaku dengan nada berharap dapat informasi yang tepat.

Bapak itu tidak langsung menjawab pertanyaanku. Namun malah bertanya: “Adik asalnya dari mana?”
“Saya dari daerah pak. Kecamatan Tirtomoyo”. Jawabku.
“Tirtomoyo, Wonogiri?” tanyanya agak sedikit meninggi. Saya jelaskan bahwa betul, namun masih jauh dari Wonogiri, 30km kearah Pacitan.

“Iya saya tau, Tirtomoyonya dimana?” kejarnya. Saya jelaskan kalo saya lahir di desa Cangkring. Kelurahan Tirtomoyo. Kecamatan Tirtomoyo. Kidul kali.
Bapak itu agak kaget: “Cangkring!!??” “anaknya siapa”.Pertanyaannya seperti interogasi.
“Saya anaknya pak Surahman”. jawabku. “Wualaahh”..
Bapak itu menghela nafas dan melanjutkan: “Ya sudah, nanti turun bareng saya, kantorku dekat Air Mancur”. ‘Nanti saya ketemukan pak Yani, pernahe isik masmu” “Dia atasanku. Dia kepala Bagian di di kanwil Depsos”.

Saya terdiam, agak lama. Sambil membayangkan pak Yani ini siapa?
Terngiang kata-kata bapak yang baik ini: “Pernahe, isik masmu”.
S
aya diajak turun dan dibayari ongkos Bemonya. Saya diajak naik kelantai 2. Ruang kerja pak Yani Kepala bagian dikantor Depsos. Tidak jauh dari Air Mancur tempat kami turun dari Bemo.
Saya dikenalkan dengan pak Yani, bahwa saya putranya pak Surahman Cangkring. 
Kemudian saya ditinggal berdua dengan mas Yani diruang kerja kepala bagian.
Saya menceritakan tentang diri saya, juga kaka-kaka saya. juga bahwa saya dari SMAM 1 Yogya.

Ternyata pak Yani ini tinggalnya di Kabluk juga, tepatnya di Jalan Gajah. Selanjutnya saya memanggilnya dengan Mas Yani. Umurnya seusia kaka saya Mas hadi yg saat itu kuliah di london.
Mas Yani juga menjelaskan bahwa yang mengangantar tadi, adiknya Lil Sobari. Yang rumahnya kulon masjid Cangkring. sedangkan rumah orang tua saya timur masjid. Namanya pak Hambali.

Mas Yani menjelaskan, bahwa neneknya dengan kakek saya itu masih ada hubungan saudara. Sesuai aturan jawa, kalau urutan kakeknya lebih dulu, cucunya mesti memanggilnya dengan mas atau mbak.

Mas Yani bercerita, tentang beberapa saudara yang juga di Semarang.
Kami janjian bahwa sorenya saya akan dijemput di asrama Polisi. "Nanti saya akan antar ke tempat Pondokan (kos)." katanya ketika saya pamit mau ke kampus.

Passs.. bakda sholat asar mas Yani, sampai di rumah pak Darno. Berkenalan dan bercerita masa kecilnya.
Salah satu Eyangnya mas Yani itu berasal dari Cangkring kampungku. Ibunya mas Yani kawin dengan orang baturetno beda kecamatan. 
Mas Yani memang tidak pernah tinggal di Cangkring desa orang tua saya. Dia lahir dan sekolah disana. Kakek neneknyapun sdh meninggal. 
Istri mas yani orang Semarang Asli. lahir di jalan Gajah semarang.
Makanya Sejak kecil pak Darno juga memang tidak pernah ketemu. Begitu juga saya. Tidak pernah ketemu.

Namun setelah diurut-urut nama orang tua dan kakek neneknya masih nyambung. Ibunya mas Yani aktifis Aisyiah. Dikecamatan Baturetno yang merupakan kota “kawedanan”. Bapakku sering ketemu di acara Muhammdiyah. Pak Sukardi, kakak iparnya mas Yani adalah dosen Unisula. dan juga sebagai Dekan fak.Hukum Unisula. Mas Yani juga mengajar jadi dosen di Unisula. Setelah terpilih sebagai wakil Rakyat di Senayan selama 10tahun, pak Sukardi melepas tugasnya sebagai dosen.

Saya diboncengkan 
mas Yani dengan Vespanya yang berwarna biru.  Diajak jalan menuju Kampung Kulitan. Rumah Besar bercat kuning dan garis-garis hijau, itulah Rumah yang dituju. Untuk masuk kerumahnya mesti naik undakan (tangga) 4 injakan.

Ditemui seorang ibu yang sudah agak sepuh dan agak gemuk. Rupanya mas Yani sdh lama kenal dengan ibuini. Setelah ngobrol silaturahim, Disampaikan tujuannya. Saya dikenalkan sebagai adiknya. Bahwa saya ingin ikut modok (kos) disitu. Di rumah bangunan jaman Belanda yang besar dan tinggi itu, jendela kamarnya tingginya 2 meter. tebal dindingnya 50 cm.
Di rumah itu tinggal seorang ibu, dan 2 anaknya. anaknya yg 2 sekolah di Magelang. sedangkan anak-anak nya besar sudah eluarga semua..
Dirumah ibu tu sudah ada 2 orang yg modok. Satu di Undip satunya di Unisula.
Dan sy pun di ijinkan ikut gabung mondok disitu. satu kamar berdua dengan yg kecil yang kuliah di Undip.

Dari obrolan Mas yani dan Ibu itu menceritakan tentang masa beberapa tahun lalu.
Tentang 2 orang yang pernah tinggal disitu. Yang merupakan mahasiswanya Mas Yani dari Fak.Hukum Unisula. 
Mereka berdua bujangan, Lulusan AKABRI Polisi yang bertugas diSemarang.

Ketika saya mondok disitu mereka berdua sudah menjadi Kapolsek Semarang tangah dan Kapolsek Semarang Selatan. Mereka sudah berkeluarga dan tinggal di Rumah Dinas.

Setahun setelah saya mondok disitu, adikku juga di terima di Undip jurusan Akuntasi. Adikku ikut mondok. Tahun kedua adikku disitu, dapat info Rumahnya orang tua mas Yani kosong. Ada 5 kamar.
Saya, adikku dan mengajak beberapa teman untuk bersama tinggal di rumahnya. Kos.
Sampai akhirnya adikk saya dan adikku lulus Kuliah. Kerja di Jakarta,

“Di dunia ini tidaka ada  yang KEBETULAN, Alloh telah mengaturnya”.

Ibu setengah baya itu adalah ibu Moenawar Khalil.
KH.Moenawar Khalil lahir bulan Februari 1908 dan wafat pada tanggal 23 Mei 1961 pada usia 53 tahun 
di Kampung Kulitan Semarang. Setelah sakit kurang lebih 2 bulan lamanya, 

KH.Moenawar Khalil adalah ULAMA BESAR.
Hasil karyanya bermanfaat untuk berjuta-juta umat hingga saat ini.
Antara lain: Biografi Empat Serangkai Imam Madzhab, Kembali kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah.


Karya monumentalnya yaitu : Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad SAW. Yang dicetak ber ulang -ulang. Terdiri 6 Jilid, 
Cetakan Gema Insani press. 

Pada tahun 1934 – 1935, beliau menjabat Pimpinan Redaksi majalah Swara Islam Semarang.
Pada tahun 1938, diangkat menjadi Sekretaris Lajnah Ahli-Ahli Hadits Indonesia, dengan Ketua KH. Ma’shum dari Yogyakarta dan Wakil Ketua KH. Ghozali dari Solo.
Salah satu sumber Terjemah Kitab AlQuran, terbitan Depag th 1967, yang salah satu anggota tim penyusunya KH. Ma’shum dari Yogyakarta adalah buku karangan KH.Moenawar Khalil.

Komentar

Ruri Suko Basuki mengatakan…
Masya Alloh....

USIAKU 60 TAHUN

RIWAYAT AZAN DAN IQOMAT

UMUR YANG BAROKAH

IBU-9- (BODO LONGA-LONGO ORA KOYO KEBO)