PASAR LEGI


* P A S A R L E G I


Kita mengenal 7hari dalam seminggu.
Orang jawa mengenal 5 hari dalam sepekan(pekan=pasar).
Dimulai dari Legi; Paing; Pon; Wage dan Kliwon.
Nama-nama hari bagi orang jawa biasanya dikaitkan dengan hari Pasaran.
Dimana Pasar hanya buka pada hari-hari tertentu saja.
Dinamakan Pasar Legi, karena jaman dulu hanya hari pasaran LEGI saja, pasar itu ramai dikunjungi.
Walaupun dalam perkembangan tiap hari pasar itu buka.

Pasar Legi Solo, merupakan bagian dari tata ruang pemerintahan Mangkunegaran.
Dalam tataruang pemerintahan kerajaan Mataram senantiasa ada 4 zona, yakni Keraton; Alun-alun, Masjid dan Pasar.
Pasar Legi dirintis oleh Raden Mas Said yang merupakan  penguasa pertama Mangkunegaran yang bergelar Mangkunegoro I.
Sejak usia belasan tahun Pengeran ini sangat gigih menentang kecurangan dan penindasan Perusahaan Belanda-VOC kepada rakyat pribumi. 

Sejarah mencatat keberanian dan kemampuan Pengeran dalam melawan Belanda sehingga terkenal dengan sebutan Pangeran Samber Nyawa. 

Akhir tahun 60.an awal tahun 70.an, saya sering diajak bapak saya ke Pasar legi. Waktu itu saya masih Sekolah di Madrasah Ibtidaiyah.
Berkunjung ke rumahnya Lik Muzaki di Pasarlegi.
Orang tua Lik Muzaki  namanya mbah Kasan Redjo. Rumahnya bertetangga dengan bapak saya dikampung.
Setiap kali berkunjung ke Pasar legi, saya menyaksikan kesibukan para pedagang. Kuli-kuli angkut menurunkan kelapa dari truk. Kelapa-kelapa ini berasal dari Pacitan. Kelapa dikupas dijadikan Kopra.

Ada juga Kuli Panggul. Badannya tidak terlalu besar. Namun tenaganya luarbiasa. Hanya bercelana komprang dan tidak pakai baju. Kuli-kuli ini memanggul 1.karung Goni besar yang berisi beras.  Lebih besar daripada badanya. Beras-beras ini diangkut truk-truk dari daerah Klaten.

Kini, setelah 50tahun, saya baru ke Pasar Legi. Awalnya mau mencari bawang lanang. Namun ternyata juga mendapat Waloh-Labu parang. “Gangsal welas ewu mawon pak” jawab mbok bakul. “Dari daerah Purwodadi” lanjutnya.
Benar..! Pasar legi ini merupakan pasar induk untuk menampung hasil bumi. Bahkan sekaligus sebagai tempat mesortir dagangan yang datang dari berbagai daerah. Seperti pisang kebanyakan dari daerah Magetan. Buah-buahan dan hasil bumi lainnya yang sudah dipilih dan dipilah dijual ketempat lain seperiti Pasar Gede yang terkenal di Solo.

Kini, kondisinya bangunannya sudah berubah. Telah dilakukan beberapa kali direnofasi. Namun  saya masih menyaksikan kebaradaan Kuli Panggul yang Luarbiasa. PakYatno salah satunya. Pak Yatno sudah puluhan tahun menjalani profesinya. Bisa jadi orangtuanya dulu juga kuli panggul. 
Pak Yatno dan teman-tamanya memanggul dari Truk di parkiran dibawa naik tangga ke Lantai 2.
Memanggulnya secara estafet. Dari bawah sampai di Bordes tangga. Temannya melanjutkan membawa dari Bordes ke lokasi penjualan.

“Niki kolangkaling mas..!, satus kilo luwih” jawabnya sambal menghela nafas, setelah menurunkan karungnya di Bordes tangga. Sungguh luarbiasa. Membawa beban melebihi berat badanya. Bisa jadi 2kalilipat berat badanya.

Keberadaan Profesi seperti ini sudah puluhan tahun. Bahkan bisa jadi sudah ratusan tahun.
Perkembangan jaman belum mampu mengubahnya. Peremajaan Pasar sering dilakukan dibeberapa daerah. Terutama dari segi bangunan fisiknya. 
Sedangkan penanganan sumberdaya manusia tentu memerlukan penanganan tersendiri yang manusiawi. Tidak asal berubah jadi modern. 

SHD.Srm @Syawal,1439h - Juni, 2018

Komentar

USIAKU 60 TAHUN

RIWAYAT AZAN DAN IQOMAT

UMUR YANG BAROKAH

IBU-9- (BODO LONGA-LONGO ORA KOYO KEBO)