UJUNG. TRADISI YANG HILANG (2)
UJUNG - TRADISI YANG HILANG (2)
Lebaran. Satu kata yang khas. Kata Lebaran hanya digunakan
khusus untuk 2 Hari Besar umat Islam. Lebaran idul fitri dan Lebaran Idul Adha
atau sering disebut Lebaran Haji. Sedangkan hari Lahirnya Kanjeng Nabi tidak pernah
disebut Lebaran. Tapi Maulit Nabi. Muludan, kata orang jawa.
Para ahli tentu bisa menjelaskan panjang lebar. Tentang arti Lebaran. Baik dari
etimologinya. Tentang asal usul katanya. Maupun terminologinya. Makna yang
terkandung dari kata Lebaran itu.
Konon Lebaran ada
kaitanya dengan 3 kata Luber-Labur dan Lebur. Luber-an; Labur-an; Lebur-an.
Bahkan ada yang menambah dengan yang kini popular. Yakni Libur-an.
Luber-an artinya melimpah, meluap. Maknanya melimpah
maafnya. Melimpah pahalanya. Melimpah rezekinya. Labur-an, artinya menutup. Melapisi
dengan yang lebih baik. Arti harfiahnya melabur rumah dengan kapur. Mengecat
rumah agar lebih indah. Laburan juga bermakna menutup kesalahan-kesalahan
dengan kebaikan. Sedangkan Lebur-an. Artinya menyatu. Menjadi satu. Setelah melalui berbagai
ujian, cobaan selama puasa dengan kesabaran dan ketaan. Diharapkan mampu
meleburkan diri. Menyatukan diri dengan sifat-siaf yang baik. Bahkan Syek Siti
Jenar mengatakan dengan istilah Manunggaling Kawulo lan Gusti.
Ketika itu saya masih kecil. Tahun 60an. Tentu tidak paham arti dan makna Lebarang yang seperti itu. Yang saya pahamai Lebaran adalah baju baru. Setiap rumah menyediakan makanan yang enak. Saya dengan adik hanya selisih 1-2.tahun usianya. Setiap Lebaran dibelikan baju baru yang warna dan modelnya sama. Seragam. Saat itu tidak banyak anak dikampung yang pakai baju seragam. Saya sering malu kalau bareng.
Ketika itu saya masih kecil. Tahun 60an. Tentu tidak paham arti dan makna Lebarang yang seperti itu. Yang saya pahamai Lebaran adalah baju baru. Setiap rumah menyediakan makanan yang enak. Saya dengan adik hanya selisih 1-2.tahun usianya. Setiap Lebaran dibelikan baju baru yang warna dan modelnya sama. Seragam. Saat itu tidak banyak anak dikampung yang pakai baju seragam. Saya sering malu kalau bareng.
Hari raya Raya Idul fitri. Hari Lebaran yang ditunggu. Hampir semua rumah dikampung
pintunya terbuka. Menyiapkan makanan dan minuman. Yang dibuatnya sendiri. Tidak
ditemukan makanan bikinan pabrik. Anak-anak sdh hapal benar. Rumah siapa yang
menyajikan makanan enak. Yang paling disukai anak-anak adalah Jenang ketan(dodol)
dan kacang goreng. Ada Wajik; Jadah ketan; Nogosari; Lepet; Utri; Ada aneka
gorengan. Mulai kacang goreng; Jagung goreng(marning); Pisang goreng;
tahu-tempe dan lainya.
Sholat ied biasanya dilaksanakan di masjid. Selesai sholat
dilanjutkan salaman. Berdiri berjalan
menuju tempat imam berdiri. Setelah salaman dengan Imam berdiri disebelahnya.
Menerima salaman dari jamaah lainnya. Begitu seterusnya. Sambil melantutkan
sholawat sampai selesai.
Selesai salaman dilanjutkan dengan “kondangan”. Duduk
melingkar. Mengelilingi makanan yang telah dibawa dari Rumah. Biasanya Nasi
uduk dan ingkung. Ada juga yang nasi tumpeng. Sekitar jam 9-10. Acara dimasjid selesai.
"kondangan - tradisi yang hilang". https://swara-ilhami.blogspot.com/2019/06/tradisi-yang-hilang.html
"kondangan - tradisi yang hilang". https://swara-ilhami.blogspot.com/2019/06/tradisi-yang-hilang.html
Anak-anak sebaya mulai ngumpul. Bergerombol. Tiap kelompok ada 3-4-5 anak. Bahkan ada yang lebih 10
anak. Masing-masing kelompok mulai berjalan. Mendatangi rumah-rumah. Tiap
kelompok biasanya ada yang dituakan. Yang berjalan didepan kulonuwun dan memasuki rumah.
Kebanyakan rumah-rumah dikampung menggelar tikar. Sehingga menampung banyak tamu. Tuan Rumah duduk ditempat yang strategis. Anak-anak berjalan ”dodok’. Seperi berjalan jongkok. Menuju tempat
duduknya Tuan Rumah. Untuk salaman. Dengan membungkukkan kepala. Dipangkuan tuan
rumah. Sungkem.
Ada 3hal yang biasa diucapakan. Selamat hari raya. Mohon
maaf dan terakhir minta doa. “Nagaturaken sugeng riyadi. Sedoyo kalepatan
nyuwun agungin pangaksami. Nyuwun donganipun. Mugi-mugi Alloh paring pangapuro lan paring berkah". Itu ritual standar
yang mesti dihapal anak-anak. Setelah kita selesai ucapkan kata-kata itu. Tuan Rumah
memberi jawaban dan nasehat. Bahkan menanyakan “kowe kisopo? Anake sopo?” kamu
itu siapa. Trus mempersilakan menikmati makanan.
Sering ada anak yang ga sabar.
Saking pinginya menikmati hidangan yang tentu jarang mereka jumpai. Segera ambil makanan kesukaanya. Walupun
belum di persilakan. Inilah yang membuat heboh. Setelah pamit dan berada di luar
rumah. Diolok-olok temannya. Dianggap
tidak sopan. Memalukan. Namun tidak sampai berantem. Biasanya selesai dengan ketawa-ketawa.
Ritual perjalanan
kerumah-rumah dan salaman, sungkem dengan tuan rumah. Menikmati hidangan enak. Itulah
yang sering disebut UJUNG. Acara UJUNG ini hanya ada di hari Lebaran setelah
Puasa Ramadhan. Acara ritual Ujung
inilah yang kini sudah berubah. Tidak ditemukan lagi. Tradisi yang hilang.
Komentar