RENUNGAN IBADAH HAJI


RENUNGAN IBADAH HAJI (I)

“Dan Telah kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail: “Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang thowaf, yang I’tikaf, yang ruku’ dan yang sujud” Demikianlah Alloh memerintahkan kepada Nabi Ibrahim dan Putranya Ismail untuk membangun kembali Ka’bah QS (2): 125,

Setelah itu Allohpun memerintahkan Nabi-Nya untuk menyeru: “Kumandangkan panggilan kepada manusia utk melaksanakan ibadah haji. ”QS.Al-Hajj (22): 27. Dari perintah Alloh kepada nabi Ibrahim inilah , Panggilan Haji bermula

Berbagai riwayat mengatakan,
ketika Nabi Ibrahim mendengar perintah Alloh, beliau berkata:
“Ya Alloh! Suaraku tidak akan terdengar oleh mereka”
Alloh menjawab “Hai Ibrahim Engkau hanya mengumandangkan panggilan itu, Akulah yang akan memperdengarkannya”.

Sehingga, tidaklah benar orang yang mengatakan bahwa haji adalah panggilan Nabi Ibrahim a.s. Haji adalah panggilan Ilahi. Karena itu jamaah haji dinami Dhuyuf Ar-Rahman (Tamu-tamu Alloh yang Maha Pengasih).

Mahabenar Alloh, Tidak seorangpun manusia muslim yang tidak pernah mendengar adanya panggilan itu. Tidak wajar rasanya minta kepada temannya yang berangkat haji dengan berkata. “Tolong, saya dipanggil dari sana ya..”
Kecuali kalau yang dimaksud adalah Untuk dido’akan agar dapat juga mendapat anugerah untuk melaksanakan ibadah haji.

Sesungguhnya semua orang telah mendapat panggilan, namun beraneka ragam dalam mensikapinya.
Ada yang ingin memenuhinya dan mampu kemudian melaksanakannya.
Ada yang ingin dan mampu, tapi ada aral melintang
sehingga tidak tercapai maksudnya,
Ada yang mampu, tapi hatinya tidak tergerak, langkahnya ragu
atau justru menjauh.
Sebaliknya tidak sedikit yang berkeinginan, tapi apa daya tangan tak sampai.

Sungguh Alloh Maha bijaksana dalam petunjukNya, “Mengerjakan haji adalah kewajiban bagi manusia,.. QS.Ali-Imron (3) : 97
Lillahi ‘ala al-nasi hijj al-bayt ..
Bagaimana dengan orang yang ingin tapi ada halangan? Lanjutan ayat diatas adalah manistatho’a ilaihi sabiilaa” yaitu bagi yang sanggup mengadakan perjalanan kepadaNya”.
Namun bagaimana dengan orang yang mampu daya dan dana serta tak ada aral yang melintang, wajarkah mereka berkata : “Saya belum mendapat panggilan?”.
Demi Tuhan, saya khawatir ia akan memperoleh murka berganda.
Pertama karena enggan memperkenankan panggilan Alloh.
Kedua karena berdalih mengingkari bahwa panggilan itu telah sampai kepadanya.

Bagi mereka yang melaksanakan ibadah haji, kita yakin Alloh pasti akan menyambutnya, selama kehadiran mereka disana lillah,.
Yakni bertujuan memenuhi panggilanNya.
Dan mereka akan mengucap dengan tulus “Labbaika Allohumma Labbaika”
Kepunuhi panggilanMu Ya Alloh, kupenuhi panggilanMU.

Dengan demikian niat, sikap dan tinggkah lakunya tidak bertentangan dengan ucapan itu. Apa saja yang ada dilubuk hati yang paling dalam, sungguh Alloh Maha mengetahui. Sehingga sekiranya bertentangan dengan ucapan itu maka Alloh akan menyambutnya denga berfirman “Engkau berbohong,…. AllohMaha Tahu engkau datang dengan maksud dan tujuan yang lain.

Jamaah haji adalah tamu-tamu Alloh- Dhuyuf Ar-Rahman
Adapaun pesanNya kepada para Undangan adalah: Datanglah dengan membawa bekal.- “watadza wadu fainna khoirodzaadittaqwa” QS Al-Baqoroh(2): 197

“BEKAL” itulah yang menentukan “Layanan Tuan Rumah”
Ada tatacara Protokoler yang ditetapkanNYa. Sekiranya bekal yang dibawa tidak cukup, baginya pasti akan menimbulkan berbagaii tanda tanya atau bahkan mungkin dijadikan canda-tawa.. Astaqfirullohal’adziim..

Betapa tidak..? Para tamu diminta mengelilingi “Rumah”, Mondar-mandir diantara 2bukit, melontar “tugu” dengan batu-batu kecil, yang pria berpakain tidak boleh berjahit. Dan manakala pakaian telah dikenakan, alas kaki yang dipakainya juga tidak boleh menutup mata kaki, dan tidak diperbolehkan berhias lagi. Bersisir, menggunting kuku, mencabut bulu maupun mencabut tumbuhan akan terkena denda lebih-lebih lagi bila bercumbu, membunuh binatang atau bertengkar.

Banyak tamu lain disekeliling RunahNya, sehingga banyak pula kepentingan .
Banyak pula Penggoda, Iblis dan setanpun berkeliaran menanti mangsa.
Disinlah poinnya, kalau bekal tidak cukup, bukan rumah Tuhan yang dijumpai, tetapi sarang iblis penyamun yang akan kita tenemui.
fainna khoirodzaadittaqwa” QS Al-Baqoroh(2): 197
Bekal yang terbaik adalah Taqwa.
Taqwa adalah simpul-simpul keagamaan yang mencakup antara lain: Pengetahuan, kesabaran, ketabahan, keikhlasan, kesadaran akan jati diri serta kesetaraan manusia dan kelemahannya dihadapan Alloh subhanu wata’ala.

Ibadah haji dimulai dengan niat melakukannya lillah sambil menanggalkan “pakaian” biasa dan menggantinya dengan pakaian Ihram.
“Pakaian” adalah atribut kebesaran yang dikenakan sehari-hari sebagi :
 Serigala yang melambangkan kekejaman dan penindasan
 Tikus yang meklambangkan kelicikan
 Anjing yang melambangkan tipu daya
 Domba yang melambangkan penghambaan kepada makhluk

Dari miqot makani (tempat dimulainya ritual ibadah haji) makna-makna kebesaran manusia tersebut harus ditinggalkan.
Paling tidak dari sinilah mulai menyadari, mengenakan pakaian putih-putih sebagaimana pakain ketika kita mengakhiri hidup. Dengan pakaian Ihram diharapkan mempengaruhi jiwanya, merasakan kelemahan dan keterbatasan serta menyadari pertanggung jawaban yang akan ditunaikan dihadapan Alloh Yang Maha Kuasa.

Dengan bekal kesadaran akan persamaan manusia dan kelemahannya dihadapan Alloh, para tamu akan menanggalkan atriubut “kebesaran”.
Sehingga sejak saat itulah tidak akan cepat tersinggung apalagi marah.

Dengan bekal pengetahuan seorang tamu akan sadar bahwa yang dilihat, dan lakukannya merupakan symbol-simbol yang penuh makna, dan bilamana dihayati akan mampu mengantarkanya masuk kedalam lingkungan Ilahi.

Kita akan melihat Masjidil Haram, dimana sebelum turunnya Al-Qur’an tidak dikenal istilah ini, yang dikenal adalah al-balad al-haram, yakni kota atau tanah haram. “(Hai Muhammad), Sungguh kami sering melihat mukamu menengadah ke langit (berdo’a dan menanti), maka sungguh kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke masjidil Haram (ka’bah) dan dimana saja kamu berada palingkanlah mukamu kearahnya . QS Al-Baqoroh(2) : 144.

Masjidil Haram dinyatakan Alloh sebagai tempat yang aman sehingga “Siapa yang memasukinya maka dia akan aman QS (3): 97
Masjidil Haram dengan berbagai keistimewaanitu mengharuskan adanya perbedaan dalam menyikapinya dibandingkan dengan masjid yang lain.
Kita kenal sholat tahiyatul masjid setiap memasuki masjid sebelum duduk, maka pada dasarnya penghormatan bagi masjidil haram bukan sholat sunat dua rakaat melainkan melaksanakan thawaf mengelilingi ka’bah.

Kita akan melihat Ka’bah, sebuah bangunan kubus dengan panjang sisisinya tidak sama, terbuat dari batu yang tersususn sangat sederhana.
Dengan sudut yang mengarah kesegala penjuru mata angin, dapat melambangkan Alloh berada disegala arah.
Ka’bah, adalah suatu visualisasi prinsip yang hanya berpegang kepada Alloh Yang Maha Esa. Ka’bah adalah “alat bantu” untuk mentransformasikan prinsip yang abstrak, kepada suatu yang nyata, yang kasat mata sehingga lebih bisa divisualisasikan. Inilah perwujudan kasih sayang Alloh untuk membantu manusia membangun paradigma yang Esa.

Ka’bah dijadikan Alloh sebagai arah yang dituju. Ia adalah lambang bagi Tuhan itu sendiri, sehingga manakala menghadapi berbagai alternatif didalam kehidupan, maka arah tujuan itu jelas, Tuhanlah yang menjadi tolok ukurnya.

Disana terdapat Hijr Isma’il yang arti harfiahnya adalah pangkuan Ismail.
Disanalah Isma’il putra Ibrahim a.s. pernah berada dalam pangkuan ibunya yang bernama Hajar, seorang wanita hitam, miskin dan bahkan budak pula.

Namun demikian “Peninggalanya itulah yang diabadikan Tuhan” untuk menjadikan pelajaran bagi setiap insan bahwa Alloh swt menganugerahkan derajat tinggi bagi seseorang, bukan karena keturunan atau status sosialnya, tetapi karena kedekatannya kepada Alloh swt. Subhanalloh
Karena usahanya untuk menjadi Hajar (berhijrah) dari kejahatan menuju kebaikan, dari keterbelakangan menuju peradaban.
Hijr Ismail dinilai Alloh sebagai bagian dari rumah-Nya, karenya apabila thawqaf harus lewat diluar lingkungan Hijr Ismail.

Kita juga akan melihat maqam Ibrahim yang arti harfiahnya tempat berdiri Ibrahim. **Ketika Rosululloh thawaf, Umar berkata kepada Nabi “Ini adalah maqam(tempat sholat) bapak kita Ibrahim”. Nabi bersabda “Benar”. Umar berkata lagi : “Apakah tidak sebaiknya kita jadikan tempat sholat?” tidak lama kemudian turun Wahyu Alloh QS Al-Baqoro(2): 125, “Dan (ingatlah) ketika kami menjadikan rumah ini(Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman, dan jadikanlah sebagian maqam Ibrahim tempat sholat”
Sejak saat itulah di maqam Ibrahim (dibelakangnya) disunatkan shalat sunat thawaf. **Diriwayatkan Ibnu Abi Hatim & Ibnu Marduwaih bersumber dari Jabir

Haji adalah mujahadah (upaya jiwa dengan bersungguh-sungguh) demi mencapai musyahadah (penyaksian). Setelah melakukan Thawaf mengelilinga Ka’bah yang menjadikan kita larut dan berbaur dengan manusia yang lain. Hal ini dapat melahirkan kebersamaan menuju satu tujuan yang sama yakni berada dalam lingkungan Alloh swt.

Selanjutnya dilakukanlah Sa’i. Disinilah muncul lagi riwayat Hajar, budak wanita bersahaja yang diperistri Nabi Ibrahim.
Diriwayatkan bahwa Nabi Ibrahim datang ke Ka’bah bersama istrinya Hajar yang sedang menyususi anaknya Ismail.
Ketika itu Nabi Ibrahim meninggalkan istrinya dan Ismail didekat Ka’bah dengan membekalinya kurma dan secawan air.

Kemudian Ibrahim berjalan dan diikuti istrinya, sambil berkata “Wahai Ibrahim! kemanakah kau hendak pergi meninggalkan kami ditempat yang sepi”.
Hajarpun mengatakatan berulang-ulang, namun Ibrahim tidak bergeming sehingga Hajarpun menanyakan “Apakah Alloh yang memerintahkanmu meninggalkan kami berdua disini?” Ibrahim menjawab YA”.

Dengan hati tenang dan pikiran yang jernih, Hajar menerima putusan itu dan berserah diri sepenuhnya kepada Alloh Swt. Namun penyerahan diri dan keyakinan yang penuh itu tidak menjadikannya berpangku tangan menunggu hujan dari langit,.

Setelah persediaan air habis, Hajar memandangi anaknya yang sedang menggeliat dan terpaksa meninggalkanya menuju ke bukit terdekat yakni Shafa. Dan Dari Shafa inilah Hajar memulai usaha pencarian air untuk mempertahankan kehidupan menuju Marwah. Ia tidak hanya berusaha sekali lalu berhenti, ketika tidak menemukan air. Dalam hatinya yang suci dan teguh, ia hanya ingin menyelamatkan anaknya karena Alloh. Setelah berkali-kali berusaha, barulah ia menemukan yang dicari atas pertolongan Alloh swt. Dan itulah air Zam-zam yang hingga kini tetap mengeluarkan air.
Hal ini menggambarkan sikap persistensi (ketetapan hati), atau upaya tidak kenal lelah dan tidak kenel henti.

Ketika itu Nabi Ibrahim terus berjalan dan sampailah di lembah dan menghapkan wajahnya ke Ka’bah walau tidak terlihat, sambil mengangkat tangannya, dia berdo’a untuk anak dan keturunannya “Ya Tuhan Kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempubyai tanam-tanaman didekat Rumah-Mu(Baitulloh) yang dihormati, Ya Tuhan kami, (yang demikian itu) agar mereka mendirikan sholat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan bberi rezekilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur” QS(14) Ibrahim : 37

Marilah kita Renungkan
Adakah makna yang lebih Agung melebihi dari pengamalan kemanusiaan dalam mencari kehidupan duniawi, sebagaimana yang digambarkan tersebut?…

Dalam Thawaf digambarkan larut dan meleburnya manusia dalam hadirat Ilahi.
Mengelilingi Ka’bah melambangkan kegiatan manusia yang tiada henti.
Berpusat pada ka’bah, melambangkan bahwa segala kegiatan hanya berprinsip kepada Alloh semata-mata, tiada yang lain, Laa Ilaha Illalloh.

Sa’i menggambarkan usaha manusia mencari hidup yang dilakukakan setelah selesai thawaf. Ini melambangkan bahwa kehidupan dunia dan akhirat merupakan satu kesatuan dan keterpaduan.

Dengan Thawaf disadarilah tujuan Hidup manusia. Setelah ada kesadaran itu baruilah dilakukan sa’i, yang menggambarkan tugas manusia adalah semaksimal mungkin. Hajar mulai usahanya dari bukit Shafa yang arti harfiahnya “kesucian” dan “ketegaran”. Air adalah lambang kehidupan, Didalam mencari kehidupan seseorang harus berusaha.
Dan usahanya harus dimulai dengan kesucian dan ketergaran. Usaha itu akan berakhir di Marwah yang berarti “Kepuasan, Penghargaan, dan Murah hati.”

Hasil usaha pasti akan diperoleh, baik melalui usahanya maupun melalui anugerah Tuhan sebagaimana yang yang dialami Hajar dan putranya Ismail a.s.

Ibadah haji merupakan symbol-simbol yang harus diahayati, bukan sekedar kegiatan dengan gerak-gerik yang tanpa makna. Untuk itu kegiatan dan gerak perlu dilakukan dengan tata cara yang benar sesuai ketentua yang diajarkan.
Sebagaimana Sabda Nabi Muhammad saw :“Chudzuu ‘annii manaa sikakum- Ambil dariku (teladani caraku) melaksanakan ibadah(haji) kalian”

Jangan melanggar aturan protokoler saat menghadiri jamuan resmi, dan hanya dengan mengandalkan niat baik, karena jika demikian maka anda tidak akan disambut oleh penyelenggara bahkan bisa dusirnya. Berkunjung kerumah Tuhan, menghadiri jamuanNya, ada aturannya.
Apa yang diterima dan diteladankan Nabi itulah hukum-hukumnya,
Itulah aturan protokoler yang ditetapkan Alloh untuk mengunjungi rumah-Nya.

Sonhadji S; Sumber: Haji bersama M.Quaraish Shihab; Haji&Umroh seperti Rosululloh- M Nashirudin Al-AlBani; ESQ-Ary Ginanjar; Asbabul Nuzul-Prof.Dr.HMD.Dahlan

Komentar

USIAKU 60 TAHUN

RIWAYAT AZAN DAN IQOMAT

UMUR YANG BAROKAH

IBU-9- (BODO LONGA-LONGO ORA KOYO KEBO)